Dosen memegang peran sangat penting bagi kemajuan suatu Perguruan Tinggi. Hal ini sangat disadari oleh dosen itu sendiri yang ditunjukkan dengan upaya-upaya pribadi untuk manjadikan dirinya memiliki kompetensi dan kepakaran yang sesuai dengan minat dan bidang yang ditekuninya. Jika dia menjadi terkenal di masyarakat karena kepakarannya tersebut dan banyak presentasi di berbagai seminar yang semakin menunjukkan kepakarannya sehingga dikenal luas di masyakarat, adakah sumbangan dosen tersebut terhadap kualitas pembelajaran di perguruan tinggi tempat dosen tersebut bernaung? Tentu jawabnya ada karena perguruan tinggi tempat dosen berasal jadi semakin dikenal luas oleh masyarakat, yang berdampak banyak mahasiswa bangga jika diajar oleh dosen yang sangat terkenal dan dikenal di masyarakat luas tersebut. Semakin banyak perguruan tinggi memiliki dosen-dosen pakar yang terkenal, maka akan banyak mahasiswa yang termotivasi. Kuliah selalu penuh, banyak seminar dan diskusi terjadi, atmosfir akademik berkembang di perguruan tinggi tersebut, mahasiswa pun terbawa dalam suasana akademik yang terbina baik tersebut. Sungguh situasi tersebut sangat membanggakan, namun dimanakah letak keberhasilan dosen tersebut dalam meningkatkan kompetensi mahasiswanya?
Disadasari atau tidak seorang dosen memiliki ego-akademik yang tinggi, salah satu wujud dari sikap ini adalah adanya “mimbar kebebasan akademik”. Jika banyak keluhan karena mengatur dosen itu sangat sulit, maka itulah jawabannya karena dosen memilki ego-akademis yang tinggi. Kepakaran kadang membuat kotak-kotak yang sulit disatukan, walau bernaung dalam perguruan tinggi yang sama. Tidak terjadi goal-congruent, sehingga tidak ada keselarasan antara visi, misi, dan tujuan pribadi dengan visi, misi, dan tujuan institusi. Disinilah muncul permasalahan mutu perguruan tinggi. Visi, misi, dan tujuan institusi yang diturunkan dalam sasaran mutu institusi tidak dipahami dan dimengerti sehingga tidak menjadi acuan dan arah dari seorang dosen dalam menggunakan kepakarannya. Namun untuk memahamkan menyamakan persepsi tentang visi,misi, dan tujuan tadi tidaklah mudah, sehingga sering menjadi perdebatan panjang, menguras banyak energi, dan sangat melelahkan.
Dulu, dosen terkenal dan popular diluar institusi adalah suatu kebanggaan dan dianggap suatu yang luar biasa (mungkin dosen biasa diluar). Namun, di era sekarang muncul pameo baru “dosen terkenal biasa, mahasiswa terkenal luar biasa”. Hal biasa jika dosen terkenal karena jam terbangnya sudad banyak dalam kepakarannya. Namun, jika mahasiswa menjadi terkenal di luar kampus karena prestasinya, tentu menjadi hal yang luar biasa yang akan memunculkan pertanyaan ”dimana mahasiswa tersebut kuliah, bagaimana dia belajar, dan siapa yang membimbingnya sehingga bisa berprestasi?” Mungkinkah dosen yang biasa di luar mampu menghasilkan mahasiswa yang berprestasi tersebut?
Pembelajaran yang selama ini fokus pada teacher center learning telah beralih ke student center learning. Telah banyak perguruan tinggi yang telah melalukan perubahan proses pembelajarannya dari teacher center learning ke student center leaning, namun belum semua perguruan tinggi secara nyata melakukannya. Botol telah berbeda tapi isinya tetap sama, itulah yang terjadi karena ternyata paradigma para dosennya belum berubah. Hal ini banyak dijumpai dalam praktek-praktek mengajar dikeseharian, dosen masih mendominasi dalam proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran ditentukan oleh hasil akhir ujian. Student center learning membutuhkan perubahan paradigma para pelaku pembelajaran baik dosen maupun mahasiswa. Dosen berperan sebagai fasilitator dan motivator, sedangkan mahasiswa berperan sebagai pelaku pebelajar aktif yang mandiri. Kedudukan dosen bukan satu-satunya sumber belajar namun hanya sebagai salah satu sumber belajar, sedangkan mahasiswa berkedudukan sebagai pengguna sumber belajar.
Peran dosen dalam student center learning lebih banyak sebagai penyedia jasa (provider) pembelajaran, sedangkan mahasiswa sebagai pelanggan (customer) pembelajaran. Oleh karena itu seorang dosen harus mengubah paradigma lama, agar provider tidak ditinggal oleh customernya maka harus mampu memenuhi kepuasan dan kebutuhan pelanggannya. Jasa layanan yang mampu memenuhi kepuasan dan kebutuhan pelanggan disebut jasa yang bermutu. Agar mutu layanan terjaga secara sinambung, maka semua proses harus terbakukan (berstandar) dalam sebuah sistem. Mutu jasa pendidikan dan pembelajaran di perguruan tinggi dapat dilihat dari tingkat keterserapan lulusan (alumni) di masyarakat. Jika dosen mampu menyediakan sumber belajar dan mampu menjaga mutu proses pembelajaran secara ajek sehingga mampu memenuhi kepuasan dan kebutuhan mahasiswanya sesuai yang dijanjikan, maka dosen tersebut dianggap bermutu dan profesional. Oleh karena itu, seorang dosen harus memiliki paradigm customer focus, process systems dan corporate management result institution.
Corporate management result institution, maksudnya seorang dosen tidak hanya berfokus pada hasil yang diperoleh secara individu tetapi harus berpikir ke arah capaian hasil secara institusi (corporate). Prestasi seorang dosen tinggi secara individu tidak ada artinya jika tidak searah dengan visi, misi, dan tujuan institusi. Demikian pula dalam hal pembelajaran, seorang dosen harus mampu mengelola mata kuliah yang jadi tanggungjawabnya yang hasilnya diorientasikan kepada capaian sasaran mutu program studi, sasaran mutu fakultas dan pada akhirnya pada sasaran mutu universitas.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar dapat merealisasikan ini adalah dengan memperbaiki rancangan kurikulum, proses pembelajaran, dan standar penilaiannya. Penyusunan rancangan kurikulum diarahkan untuk pemenuhan kepuasan dan kebutuhan pungguna. Pelaksanaan pembelajaran dapat dibagi dalam beberapa tahapan aktivitas belajar. Di setiap tahapan aktivitas belajar ditetapkan indikator capaiannya, dan indikator-indikator capaian ini menjadi komponen dasar penilaian. Berdasar komponen penilaian ini, maka dapat ditentukan dan ditetapkan nilai akhir mahasiswa. Untuk mengukur tingkat keberhasilan seorang dosen dalam proses pembelajaran, maka diperlukan sasaran mutu pembelajaran dari mata kuliah yang diampunya.
Jika setiap dosen pengajar menyusun sasaran mutu pembelajaran yang dilakukan di setiap semester maka secara keseluruhan proses di suatu program studi dapat diketahui. Berdasar sasaran mutu pembelajaran ini maka program studi akan dapat menilai tingkat keberhasilan proses pembelajaran semua mata kuliah yang diselenggarakan. Bila semua dosen telah melakukan demikian, sasaran mutu pembelajaran ini dapat ditingkatkan lagi menjadi sasaran mutu pembelajaran untuk program studi. Selanjutnya, ke tingkat fakultas dan pada akhirnya ke tingkat universitas. Di sinilah letak peran dosen dalam meningkatkan capaian mutu universitas atau perguruan tinggi. Dengan kata lain, peran dosen dalam meningkatkan capaian mutu universitas diawali dengan menyusun sasaran mutu pembelajaran mata kuliah yang diampunya. Sasaran mutu pembelajaran ini perlu dituangkan dalam pedoman perkuliahan untuk mahasiswa, hal ini dimaksudkan agar mahasiswa pun mengetahui dan mampu melakukan kontrol terhadap dosen dalam mengajar.
sebenarnya untuk penjaminan mutu perguruan yang bagus selain dilihat dari dosen juga dilihat dari mahasiswanya..memang benar untuk dosen yang dituntut memiliki kompetensi bagus dapat menunjang mutu dari perguruan tinggi..namun kenyataannya banyak dosen yang mengabaikan peranan penting dirinya dalam penunjangan penjaminan mutu perguruan tinggi yang bagus...semoga saja artikel ini mampu mengguggah hati para pembaca tentang pentingnya peranan dosen dalam peningkatan mutu perguruan tinggi
BalasHapusRia, jangan lupa peran mahasiswa juga penting dalam mewujudkan mutu perguruan tinggi. Mahasiswa yang bermutu adalah salah satu indikator bahwa perguruan tinggi itu bermutu.Silahkan baca artikel lain di blog ini tentang peran mahasiswa dalam sistem penjaminan mutu perguruan tinggi. Selamat belajar, semoga sukses...
BalasHapus