Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan lembaga/ institusi yang sangat bertanggung jawab terhadap kemajuan dan kepandaian bangsanya agar mampu bersaing dengan bangsa lain. Sistem pendidikan/ pengajarannya pun harus secara rutin dilakukan evaluasi dengan mengacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta perkembangan global dalam masyarakat dunia. Sistem pendidikan di perguruan tinggi yang hanya mengarah pada produk lulusan tanpa melihat proses pencapaian hasil pendidikan perlu dikalukan evaluasi. Dengan adanya sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang saat ini sedang dalam proses sosialisasi dan implementasi di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta, yang merupakan salah satu jawaban agar para lulusan perguruan tinggi tersebut mampu bersaing dengan para lulusan dari perguruan tinggi dari luar negeri maka untuk mengukur keberhasilan sistem KBK tersebut perlu adanya suatu Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar Kompetensi Lulusan ini bukan merupakan suatu patokan yang berharga mati akan tetapi juga tidak terlalu longgar sehingga tujuan dari sistem KBK tersebut tidak tercapai. Selain dari pada itu dalam SKL ini masih memberikan tempat dimana perguruan tinggi dapat mengembangkan potensi yang sesuai dengan kompetensi masing masing. Tujuan besar pada akhirnya adalah untuk dapat mempersiapkan para lulusan dapat langsung bekerja yang sesuai dengan bidangnya, mampu mengimplementasikan ilmunya serta mampu menegembangkan diri untuk menjawab tantangan yang baru dan berpikiran untuk belajar selama hidupnya.
Dengan kondisi global yang saat ini kita hadapi bersama mengakibatkan persaingan yang sangat ketat akan dialami para lulusan di dalam dunia usaha. Hal tersebut juga membawa dampak pada adanya perubahan persyaratan kerja yang juga sangat ketat . Persyaratan kerja ini tidak hanya menekankan pada kualitas lulusan yang tidak hanya menekankan pada penguasaan hard skills (kemampuan teknis dan akademis) akan tetapi juga penguasaan soft skills. Di dalam usaha pemenuhan kebutuhan industri kerja tersebut, tentu akan berakibat pada perubahan paradigma (pola pikir) dalam proses pembelajaran. Perubahan pola piker yang dapat memenuhi proses pembelajaran yang dapat menghasilkan mutu lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh pasar kerja akan menuntut para lulusan mampu meresapi arti dari kompetensi dalam pedidikan yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Untuk menghasilkan kondisi seperti diatas perlu adanya persyaratan yang harus dipenuhi mulai dari sistem pendidikan , kurikulum , dosen dan fasilitas yang secara terintegrasi mengarah pada keberhasilan sistem KBK tersebut. Oleh karena itu salah satu acuan yang harus ada adalah Standar Kompetensi Lulusan - Perguruan Tinggi ( SKL – PT ) agar pola evaluasi dan monitoring atas keberhasilan sistem KBK ini dapat dilakukan. SKL – PT ini didesain cukup longgar sehingga mampu mengadopsi kebutuhan dunia pendidikan saat ini dan mengantisipasi perkembangan di masa depan.
Landasan Hukum
Landasan hukum dalam menyusun standar kompetensi lulusan adalah Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232 tahun 2000 dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045 tahun 2002.
Dalam Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjadi bahan acuan formal bagi setiap warga Negara Republik Indonesia khususnya bagi para pejabat dan petugas yang menangani pendidikan. Pada pasal 25 dijelaskan bahwa:
- Standar Kompetisi Lulusan, digunakan sebagai penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
- Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
- Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan
- Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Pada pasal 26 ayat (4) khusus membahas kompetensi lulusan perguruan tinggi disebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi
Menyimak PP no 19 tahun 2005 ini maka dapat disimpulkan bahwa:
- Standar Kompetensi Lulusan bukan saja merupakan kompetensi mata pelajaran yang telah dirancang oleh program studi belaka tetapi juga mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
- Standar Kompetensi Lulusan bertujuan mempersiapkan lulusan selain dapat menemukan, mengembangkan, menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat juga lulusan diharapkan berakhlak mulia dan mandiri
- -Standar Kompetensi Lulusan perguruan tinggi ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Standar kompetensi lulusan (SKL) dirancang berdasarkan masukan dari stakeholder internal maupun eksternal serta SWOT analysis, kemudian disusun Kurikulum, method of delivery dan assessmentnya sehingga proses pembelajaran secara keseluruhan dapat memberikan kompetensi yang diinginkan pada lulusan.
Profil, Kualifikasi, Kompetensi dan Indikator Capaian Kinerja Lulusan Sarjana
Setiap program studi harus merumuskan profil, kualifikasi, kompetensi dan indikator capaian kompetensi lulusannya. Ketiga parameter tersebut digunakan sebagai standar ukuran keberhasilan penyelenggaraan program studi.Profil lulusan adalah suatu deskripsi singkat yang menggambarkan tentang peran lulusan suatu program studi misalnya sebagai manajer, designer, food technologist, food engineer, akuntan, dsb. Kualifikasi adalah pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian yang diperlukan dalam rangka melakukan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan kompetensi menurut Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Sementara indikator capaian kinerja (performance) adalah ukuran capaian (achievement) kompetensi yang dimiliki lulusan.
Departemen Pendidikan Nasional melalui Keputusan Menteri No. 232/U/2000 telah menetapkan bahwa program sarjana diarahkan pada hasil lulusan yang memeiliki kualifikasi sebagai berikut :
- menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya;
- mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama;
- mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya di bidang keahliannya maupun dalam berkehidupan bersama di masyarakat;
- mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian yang merupakan keahliannya.
Sementara Quality Assurance Agency for Higher Education (2004) menetapkan bahwa suatu program studi harus memiliki standar capaian (standard achievement) kompetensi lulusan yang dihasilkan. Standar capaian kompetensi diwujudkan dalam bentuk kinerja lulusan yang diklasifikasikan menjadi tiga tingkat yaitu :
- Treshold performance, yaitu kinerja kompetensi minimal yang harus dimiliki lulusan untuk mendapatkan gelar jenjang pendidikan tertentu.
- Typical performance, yaitu kinerja kompetensi diatas minimal yang harus dimiliki lulusan untuk mendapatkan gelar jenjang pendidikan tertentu.
- Excellent performance, yaitu kinerja kompetensi lulusan yang jauh diatas kompetensi dan ketrampilan yang ditetapkan.
Sering dijumpai bahwa kurikulum program studi dikembangkan dengan berorientasi pada “content”, atau disebut sebagai “content-based curriculum” yang lebih condong kepada pengembangan keilmuan suatu program studi. Cara yang paling sering dilakukan adalah dengan menetapkan kurikulum satu program studi yang terdiri dari sederetan mata kuliah yang kemudian isinya diserahkan kepada dosen. Dengan demikian, isi mata kuliah tersebut sepenuhnya tergantung dari khasanah pengetahuan dan keterampilan dosen pengampunya. Dampak dari cara ini tentu dapat dibayangkan. Tidak ada tujuan yang jelas dari setiap mata kuliah, sehingga sifatnya hanya sebagai “content transmission”, yang luas dan kedalamannya sangat bervariasi. Sementara itu, perubahan yang terjadi secara cepat dan terus menerus harus diantisipasi dengan cermat, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) harus dilakukan secara sistematis dan terprogram. Dunia pendidikan harus mampu meyakinkan bahwa SDM yang dihasilkannya akan mempunyai kompetensi yang mampu bersaing dalam era global. Oleh karenanya, program-program pendidikan yang ditawarkan harus mampu memberi bukti keterbentukan kemampuan / kompetensi yang dianggap relevan dengan dunia kerja dalam era global. Kemungkinan lain dari terjadinya kesenjangan ini di perguruan tinggi adalah belum adanya pemahaman yang sama tentang kompetensi dan kualifikasi lulusan yang akan dihasilkan oleh program studi. Bahkan tidak mustahil pemahaman tentang konsep kompetensi dan kualifikasi itu sendiri masih beragam. Jika pemahaman masih beragam, dapat dipastikan bahwa implimentasinya akan lebih beragam lagi. Oleh karena itu, tampaknya perlu dilakukan penyamaan persepsi tentang kompetensi dan kualifikasi lulusan di kalangan penyelenggara pendidikan tinggi. Penyamaan persepsi ini mengarah kepada penyusunan Standar Kompetensi Lulusan khususnya Strata 1.
Di luar soal kompetensi generik, bagi perguruan tinggi yang mengelola pendidikan dengan program studi dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam berkewajiban untuk mencetak lulusan yang secara khusus berkompeten. Mengingat tantangan dan peluang yang sangat dinamis, maka lulusan harus memiliki daya saing, dalam bentuk : kompetensi di bidangnya (competence), mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptability), memiliki kemampuan mengakses pengembangan ilmu (accessibility), dan memiliki karakter (personality) yang baik.
Elemen Kompetensi
Dalam menentukan Standar Kompetensi Lulusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, perlu
dipandang dari berbagai sudut. Untuk memahami kompetensi paling tidak kita dapat mengacu dua sumber. Pertama, Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, yang mendefinisikan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Seseorang dianggap kompeten dalam bidang tertentu bila ia mampu menunjukkan tindakan cerdas yang penuh tanggung jawab dalam bidang tersebut, sehingga ia mendapat kepercayaan dari masyarakat. Tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab, yang merupakan tindakan pengambilan keputusan yang sangat kompleks, didasari oleh berbagai kemampuan, yang dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002 disebut sebagai elemen kompetensi, yang terdiri dari:
- landasan kepribadian,
- penguasaan ilmu dan keterampilan,
- kemampuan berkarya,
- sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, serta
- pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
Di samping dari segi substansi seperti yang diuraikan di atas, kompetensi juga dapat dilihat dari segi tataran, seperti yang tersurat dalam SK Mendiknas No. 45/U/2002, yang mengelompokkan kompetensi menjadi :
- kompetensi utama,
- kompetensi pendukung,
- dan kompetensi lain.
Di samping apa yang telah dinyatakan di atas, dapat dilihat bahwa ada empat ultimate outcomes dari Unesco (learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to get together) dapat dikatakan merupakan kompetensi yang selayaknya dikusai oleh semua umat, tanpa memandang batas negara dan bangsa. Semua umat di muka bumi ini seyogyanya memiliki keempat kemampuan tersebut sebagai dasar untuk hidup secara layak. SK Mendiknas No. 045/U/2002 menetapkan lima elemen kompetensi, yang tampaknya dijabarkan dari empat pilar Unesco, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to get together.
Sumber: Direktorat Akademik Dirjen Dikti Depdiknas 2008.
Sebenarnya predikat kelulusan yang membanggakan sendiri itu di dasarkan dari skill(kualitas) individu ataukah dari besar IP Indeks Prestasi (Kuantitas) yang di dapat oleh individu???
BalasHapusIP hanyalah salah satu dari sekian banyak indikator kompetensi lulusan. Yang diharapkan adalah, lulusan mempunyai kompetensi yang menyeluruh meliputi semua ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat pengguna lulusan.
BalasHapusmutu lulusan harus memiliki hardskil dan softskill sehingga mhas dapat menghadapi dan mempersiapkan diri dalam persaingan dunia kerja
BalasHapus