- Kualitas (Quality)
- Otonomi (Autonomi)
- Akuntabilitas (Acountability)
- Akreditasi (Accreditation)
- Evaluasi (Evaluation)
Implementasi dari konsep paradigma baru tersebut adalah memberikan otonomi kepada lembaga pendidikan tinggi untuk menjalankan misi akademisnya, yaitu pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat. Namun demikian lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk bersifat akuntabel dalam hal nilai akademisnya dan kinerja manajemennya. Lembaga pendidikan tinggi juga harus bertanggung jawab terhadap mutu dan baku programnya serta derajat akademisnya yang diberikan. Oleh karenanya baku mutu (benchmarking) dan jaminan mutu (quality assurance) mempunyai arti sangat penting bagi lembaga pendidikan tinggi maupun bagi publik.
Dalam dokumen HELTS (Higher Education Long Term Strategy) atau Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi tahun 2003-2010, memiliki 3 kebijakan dasar:
- Daya Saing Bangsa (The Nation’s Competitiveness)
- Otonomi (Autonomy)
- Kesehatan Organisasi (Organizational Health)
Pengertian mutu perlu dirumuskan secara jelas sehingga perguruan tinggi memiliki acuan untuk bekerja. Ton Vroeijenstijn (2002) menyatakan bahwa mutu (quality) merupakan kondisi dasar untuk mampu berkompetisi, memiliki daya tarik (attractiveness) dan untuk bisa bertahan (survival).
Banyak definisi mutu yang diajukan oleh para pakar jaminan mutu diantaranya ;
Juran (1988): Mutu adalah fitness for use (kesiapan untuk bekerja)
Crosby (1979): Quality is conformance to requirements (sesuatu dikatakan bermutu bila memenuhi persyaratan).
K Isakawa: Quality is meeting custtomer satisfaction.
Dengan menggabungkankan beberpa definisi tersebut mutu pendidikan tinggi dapat didefinisikan sebagai: “pencapaian standar yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan tinggi didalam melaksanakan visi dan misinya. Secara luas pengertian mutu pendidikan tinggi dapat mencakup berbagai aspek yang berpengaruh dalam pelaksanaan pendidikan (masukan, dosen, staf administrasi, sarana/prasarna, organisasi, manajemen, keluaran, dll) yang dapat memuaskan semua pemangku kepentingan (stakeholder) baik internal (dosen, staf administrasi, pengelola universitas) maupun eksternal (mahasiswa, orang tua, masyarakat pengguna serta masyarakat yang lebih luas).
Mutu perguruan tinggi adalah kesesuaian antara penyelenggaraan perguruan tinggi dengan SNP, maupun standar yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sendiri berdasarkan visi dan kebutuhan dari para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Dengan demikian, terdapat standar mutu perguruan tinggi yang:
Mutu perguruan tinggi adalah kesesuaian antara penyelenggaraan perguruan tinggi dengan SNP, maupun standar yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sendiri berdasarkan visi dan kebutuhan dari para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Dengan demikian, terdapat standar mutu perguruan tinggi yang:
- Ditetapkan oleh Pemerintah (government);
- Disepakati bersama di dalam perguruan tinggi yang dituangkan dalam visi (vision) ;
- Dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Berdasarkan PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, ada 8 standar minimal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan termasuk pendidikan tinggi yaitu:
- Standar Isi
- Standar Proses
- Standar Kompetensi Lulusan
- Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
- Standar Sarana dan Prasarana
- Standar Pengelolaan
- Standar Pembiayaan
- Standar Penilaian pendidikan
Dalam dokumen HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003 -2010 butir E Strategic Issues: In healthy organization, a continuous quality improvement should become its primary concern. Quality assurance should be internally driven, institutionalized within each organization’s standard procedure, and could also involve external parties. However, since quality is also a concern of all stakeholders, quality improvement should aim at producing quality outputs and outcomes as part of public accountability.
Jadi mutu pendidikan tinggi bersifat proaktif artinya lembaga pendidikan tinggi memiliki produk (lulusan) yang secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta realitas sosial yang terus berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi tidak cukup hanya memenuhi 8 standar dalam SNP saja namun harus ditambahkan standar tambahan yang merupakan kesepakatan bersama di dalam perguruan tinggi yang dituangkan dalam visi (vision) dan kehendak pihak yang berkepentingan (stakeholders). Standar-standar tersebut adalah:
- Standar Penelitian dan Publikasi
- Standar Pengabdian kepada Masyarakat;
- Standar Sistem Informasi;
- Standar Kerjasama Institusional
- Standar Kemahasiswaan;
- Standar Suasana Akademik;
- Standar Sumber Pendanaan (revenue generating);
- Standar Bidang lainnya (sesuai cirri khas perguruan tinggi yang bersangkutan)
Penetapan standar-standar mutu tersebut oleh lembaga pendidikan tinggi dapat digambarkan sebagai berikut:
Peringkat akreditasi dapat digunakan sebagai indikator mutu karena merupakan pengakuan eksternal kepada perguruan tinggi tersebut. Dengan menggunakan data dan informasi yang telah dikumpulkan di dalam PDPT, BAN – PT atau lembaga mandiri yang diakui Pemerintah melakukan akreditasi yaitu:
- Peringkat CUKUP (Nilai C) jika perguruan tinggi memenuhi kedelapan macam standar dalam SNP. Sedangkan apabila perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi kedelapan macam standar dalam SNP, maka perguruan tinggi tersebut dinyatakan tidak terakreditasi.
- Peringkat BAIK (Nilai B), apabila perguruan tinggi telah memenuhi kedelapan standar dalam SNP, dan mampu mencapai standar rata-rata perguruan tinggi secara Nasional.
- Peringkat SANGAT BAIK (Nilai A), apabila perguruan tinggi telah memenuhi kedelapan standar dalam SNP, dan mampu mencapai standar di atas rata-rata perguruan tinggi secara Nasional, atau mencapai standar Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar