Sabtu, 09 April 2011

Implementasi IWA 2 Di Perguruan Tinggi

IWA-2 (International Workshop Agreement 2) merupakan jenis panduan (guidlines) dari SMM ISO 9001:2008 yang digunakan khusus untuk lembaga pendidikan. IWA-2 yang akan dibahas ini adalah versi 2007. Pengembangan IWA-2 ini dilakukan oleh puluhan pakar dari berbagai jenis lembaga pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, dosen, profesor, praktisi, pengamat pendidikan dan konsultan pendidikan.Dikarenakan IWA-2 ini merupakan petunjuk penggunaan dari ISO 9001:2008 maka prinsip-prinsip yang digunakan juga menggunakan prinsip-prinsip yang ada pada SMM ISO 9001:2008. Namun demikian, karena kekhasan dari organisasi pendidikan maka prinsip-prinsip yang ada pada SMM ISO 9001:2008 ditambah lagi dengan 4 prinsip yang khusus digunakan di IWA-2.
Prinsip pertama adalah Pendekatan Proses. Prinsip ini mengindikasikan bahwa IWA-2 merupakan petunjuk penggunaan yang menekankan pada proses yang dilaksanakan. Prinsip ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa produk yang baik kemungkinan besar dihasilkan oleh proses yang baik pula. Karena produk pendidikan merupakan produk yang sukar diukur secara instan dan bukan produk yang langsung dapat dilihat hasilnya, maka penekanan pada proses merupakan hal yang sangat penting dalam lembaga pendidikan. Dalam kaitan dengan proses yang dilakukan, harus dirancang agar supaya proses tersebut terkait dengan visi lembaga pendidikan. Pencapaian visi lembaga pendidikan merupakan keseluruhan proses yang harus dilakukan oleh keseluruhan komponen yang ada di lembaga pendidikan, baik itu komponen administratif, maupun akademik. Visi lembaga pendidikan harus mengandung unsur-unsur kompetensi hasil pembelajaran yang dilakukannya. Visi lembaga pendidikan juga harus mengadopsi berbagai kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap kompetensi yang ingin dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Dengan demikian proses yang dilakukan oleh PT adalah proses yang menuju ke arah pencapaian kompetensi dan juga proses yang mengarah kepada peningkatan pemenuhan kebutuhan dan harapan stakeholder.
Prinsip kedua adalah Memahami kompetensi utama. Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip fokus pelanggan pada SMM ISO 9001:2008. Adanya prinsip ini mengindikasikan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian yang sangat penting dalam kaitan dengan organisasi pendidikan. Berbagai kegiatan pendidikan, merupakan kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan budaya, keterampilan, penggunaan teknologi, penggunaan dan pemanfaatan keilmuan. Semua kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang membutuhkan kompetensi pendidik dan kompetensi prasyarat bagi peserta didik. Dosen yang memberikan perkuliahan pada satu bidang studi di jurusan matematika, harus memiliki kompetensi tersebut, demikian pula dosen yang akan mengajarkan bidang studi yang lain. Dalam satu jurusan saja di organisasi PT membutuhkan kompetensi yang sangat beragam dan seringkali sulit dikuasai oleh satu orang, belum lagi berkaitan dengan jurusan yang berbeda dan fakultas yang berbeda. Itulah sebabnya kompetensi merupakan bagian penting dari organisasi pendidikan, utamanya lembaga pendidikan. Sebagai suatu lembaga pendidikan yang memiliki produk utama adalah SDM yang kompeten maka PT juga harus selalu berupaya untuk mendorong terciptanya berbagai inovasi. Untuk melahirkan berbagai inovasi tersebut PT harus menyediakan berbagai hal, utamanya adalah SDM yang kompeten dalam bidangnya. Dalam era dimana persaingan merupakan hal yang secara alami akan terjadi, maka PT harus memiliki kemampuan untuk memberikan nilai tambah terhadap berbagai produknya. Nilai tambah tersebut akan sangat baik jika pada masing-masing PT memiliki jenis nilai tambah yang berbeda-beda. Perbedaan pada nilai tambah inilah yang kemudian akan menjadi daya saing pada PT. Berbagai nilai tambah tersebut akan dapat dihasilkan jika kompetensi SDM yang ada di PT dikembangkan dengan baik dan tepat.
Prinsip ketiga adalah Total Optimization. Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip ISO 9001:2008 Pendekatan Proses untuk Manajemen. Dalam prinsip ini terkandung makna bahwa penerapan IWA-2 di PT harus mendasarkan pada proses yang optimal pada keseluruhan kegiatan.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam lembaga PT selalu ada dua kegiatan utama, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan administratif dan kegiatan yang berkaitan dengan akademik. Optimalisasi proses harus dilakukan pada seluruh kegiatan baik pada kegiatan administratif maupun akademik. Optimalisasi pada kegiatan administratif utamanya dilakukan pada keseluruhan proses pelayanan, sedangkan optimalisasi pada kegiatan akademik utamanya dilakukan pada proses pembelajaran.
Prinsip yang keempat adalalah Kepemimpinan yang visioner. Prinsip ini adalah penyesuaian dari prinsip kepemimpinan pada SMM ISO 9001:2008. Dalam organisasi apapun kepemimpinan selalu menjadi penentu utama perkembangan dan kemajuan organisasi, termasuk PT. Tugas utama pemimpin adalah memahami arah dan tujuan organisasi akan bergerak. Sebagai nahkoda utama organisasi pendidikan, pemimpin akan mementukan arah dan tujuan yang akan di tempuh. Disinilah akan ditentukan tingkat kevisioneran seorang pemimpin. Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tugas utama mengembangkan SDM yang berkualitas, maka PT sangat membutuhkan pemimpin yang visioner. PT akan disegani oleh masyarakat, jika dari PT tersebut lahir lulusan-lulusan yang berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan zaman, melahirkan budaya tinggi, dan mampu memenuhi kebutuhan pembangunan pada suatu daerah. Dalam iklim dengan perubahan yang sangat cepat tersebut kesinambungan organisasi dan implementasi IWA-2 di PT akan sangat tergantung kepada visi PT. Visi PT sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan PT, oleh karena itulah kepemimpinan yang visioner menjadi prinsip dalam implementasi IWA-2. Pencapaian visi PT tidak dapat dilakukan jika tidak dioperasionalkan dalam bentuk yang lebih teknis. Itulah sebabnya PT harus mendorong diimplementasikannya tahapan-tahapan pencapaian visi PT melalui berbagai kebijakan, dan kemudian merumuskannya kedalam tahapan-tahapan operasional, mulai dari rencana jangka menengah sampai dengan rencana jangka pendek.
Prinsip yang kelima adalah Pendekatan fakta. Prinsip ini merupakan penyesuaian dari prinsip pendekatan pada fakta untuk mengambil keputusan pada SMM ISO 9001:2008. Prinsip ini mengindikasikan bahwa implementasi IWA-2 di PT harus didasarkan pada data. Kondisi ini kemudian akan menuntut adanya berbagai proses pencarian data. Proses pencarian data tersebut dilakukan dengan melalui proses pengukuran atau penilaian. Dari hasil pengukuran dan penilaian tersebut kemudian dilakukan analisis data. Analisis data menggunakan kombinasi tinjauan antara informasi yang didapat dan kebijakan yang diterapkan. Metode yang digunakan merupakan metode logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dari hasil analisis inilah data dan fakta yang terjadi kemudian dipakai pijakan dalam proses pengambilan keputusan. Adanya prinsip ini akan menghindarkan berbagai proses pengambilan keputusan yang mendasarkan pada unsur-unsur suka tidak suka, atau pengembilan keputusan yang tidak logis. Dalam prinsip pendekatan berdasarkan fakta ini, berbagai tindak perbaikan dapat dilakukan dengan tepat dan efisien, dan yang lebih penting, fakta-fakta yang ada dan analisis yang dilakukan terhadap berbagai fakta tersebut merupakan pijakan kuat untuk melaksanakan pengembangan organisasi PT.
Prinsip yang keenam adalah Berkolaborasi dengan partner. Prinsip ini adalah merupakan penyesuaian dari prinsip Hubungan Saling Menguntungkan dengan Pemasok pada SMM ISO 9001:2008. Pada prinsip ini terkandung makna bahwa jika sebuah organisasi memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok maka organisasi tersebut akan dapat menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Demikian pula pada organisasi pendidikan utamanya PT, memiliki berbagai partner (istilah yang lebih tepat untuk menyebut pemasok pada institusi pendidikan). Partner-partner PT tersebut harus berkolaborasi dengan PT utamanya adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Hal tersebut dikarenakan SLTA merupakan partner utama PT.
Namun demikian jika melihat siklus input – proses – output PT maka partner PT terdiri dari berbagai macam. SLTA merupakan partner utama PT berkaitan dengan input. Berkaitan dengan output terdiri dari berbagai macam. Hal tersebut dapat dilihat dari tuntutan kompetensi yang harus dihasilkan oleh PT. Tuntutan kompetensi tersebut meliputi; social skill, industrial skill dan professional skill. Untuk menghasilkan kompetensi dalam wilayah social skill diperlukan partner dari tokoh masyarakat dan tokoh pemerintah, untuk menghasilkan kompetensi dalam wilayah industrial skill diperlukan partner dari para pengguna lulusan baik itu lembaga industri, lembaga layanan publik, lembaga pendidikan maupun lembaga pemerintah. Sedangkan professional skill membutuhkan partner dengan lembaga-lembaga studi lanjut, lembaga riset, maupun lembaga pengembangan SDM. Keseluruhan kompnen tersebut merupakan partner PT yang harus diperhatikan dan dijalin kerjasamanya secara baik. Jika dilihat dari berbagai partner tersebut, tidak salah jika PT dan lembaga pendidikan lainnya merupakan organisasi yang paling kompleks berkaitan dengan partner. Dalam istilah PT, partner tersebut lebih familier disebut dengan stakeholders. Kompleksitas hubungan antara PT dengan partner tersebut dikarenakan karakteristik PT yang bertujuan menghasilkan/ memproduk SDM yang berkualitas. Berkualitas dalam artian memiliki kompetensi-kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan di atas. Memproduksi kompetensi adalah menghasilkan sesuatu yang sangat kompleks, tidak hanya berkaitan dengan kemampuan dan keilmuan dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi juga karakter, sikap, nilai-nilai, dan juga budaya-budaya yang harus dimiliki oleh seseorang. Hasil dari kompetensi tersebut pada beberapa hal dapat ditunjukkan langsung dalam seketika, namun ada juga yang baru dapat ditunjukkan dalam jangka menengah dan bahkan ada yang akan baru muncul dalam jangka panjang. Hal-hal itulah yang kiranya penting bagi PT untuk selalu mengimplementasikan prinsip berkolaborasi dengan partner ini.
Prinsip yang ketujuh adalah Pelibatan Seluruh Sumber Daya Manusia (SDM). Prinsip ini sama persis dengan prinsip yang ada dalam ISO 9001:2008. Dalam prinsip ini terkandung makna bahwa sangat sulit untuk menghasilkan suatu produk/ layanan yang bermutu jika tidak seluruh SDM yang ada dalam organisasi tersebut terlibat dalam upaya menghasilkan produk/ layanan yang bermutu tersebut. Pelibatan seluruh SDM tersebut akan menjadi lebih penting dalam kaitan dengan organisasi pendidikan. Dalam organisasi pendidikan sangat banyak pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan oleh kegiatan individual. Kegiatan pembelajaran misalnya merupakan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan oleh guru/ dosen secara individual. Baik buruknya kegiatan pembelajaran sangat tergantung dari kegiatan individual guru/ dosen dalam proses pembelajaran tersebut. Jika terdapat satu orang guru/ dosen saja yang tidak terlibat dalam keseluruhan sistem mutu maka akan ada kemungkinan yang besar bahwa pada mata kuliah tersebut akan melenceng dari kompetensi direncanakan. Banyaknya SDM yang tidak terlibat dalam kegiatan implementasi sistem manajemen mutu maka akan semakin berat bagi dihasilkannya suatu lulusan yang bermutu. Hal tersebut dikarenakan lulusan yang bermutu dibangun dari berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru/ dosen, baik di ruang kelas maupun dilaboratorium. Demikian pula halnya dengan yang dilakukan pada kegiatan administrasi dan pelayanan. Berbagai SDM yang terlibat dalam kegiatan pelayanan harus terlibat dalam sistem mutu yang direncanakan, mulai dari para pengambil keputusan yang ada pada level atas sampai dengan pekerja teknis. Para guru/ dosen akan sangat sulit mengajar dengan baik jika para petugas kebersihan tidak melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Demikian seterusnya, keseluruhan SDM PT harus terlibat dalam keseluruhan upaya untuk menghasilkan berbagai produk/ layanan PT yang bermutu.
Prinsip yang kedelapan adalah Pengembangan Berkelanjutan. Prinsip ini juga merupakan prinsip yang sama dengan prinsip yang ada dalam ISO 9001:2008. Dalam IWA-2, prinsip ini lebih ditekankan pada proses pembelajaran baik itu pembelajaran organisasi maupun pembelajaran peserta didik. Proses pengembangan berkelanjutan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika penumbuhan berbagai kegiatan kreatif, inovatif dan konstruktif di PT terlaksana dengan baik. Proses pengembangan berkelanjutan pada proses pembelajaran adalah suatu upaya untuk selalu meningkatkan kompetensi mahasiswa seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan stakeholder. Tuntutan kebutuhan stakeholder tersebut meliputi kebutuhan pengguna lulusan, kebutuhan profesional, maupun kebutuhan masyarakat. Sedangkan proses pengembangan berkelanjutan pada organisasi diarahkan untuk meningkatkan kemandirian dan daya saing organisasi PT dalam menghadapi berbagai persaingan baik pada skala nasional, regional maupun internasional. Namun demikian, proses pengembangan berkelanjutan tidak dapat dilaksanakan jika PT tidak mengetahui sejauh mana organisasi PT telah melaksanakan berbagai kegiatan pada saat ini. Itulah sebabnya PT harus memiliki berbagai data dari apa yang telah dilakukan pada saat ini, proses pengambilan data harus dilakukan secara periodik melalui suatu kegiatan pengukuran diseluruh wilayah PT. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk evaluasi diri, monitoring ataupun audit internal. Analisis berbagai data tersebut itulah yang kemudian akan dijadikan pijakan dalam proses pengembangan secara berkelanjutan. Proses pengembangan berkelanjutan akan dapat dilaksanakan jika tidak terjadi kesenjangan yang lebar antara kondisi yang ada dan kondisi yang direncanakan. Selain 8 prinsip IWA-2 di atas yang memiliki kesamaan dengan 8 prinsip yang ada pada ISO 9001:2008, terdapat pula 4 prinsip tambahan yang dijadikan dasar untuk pencapaian keberhasilan lembaga pendidikan secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip tambahan tersebut sebagaimana prinsip berikut.
Prinsip kesembilan yang merupakan prinsip khusus untuk IWA-2 yang pertama adalah Penciptaan Nilai Tambah bagi Peserta Didik. Prinsip ini merupakan prinsip yang digunakan oleh IWA-2 untuk mendorong organisasi pendidikan memberikan nilai tambah pada berbagai produk/ layanan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Dalam kaitan dengan PT, pemberian nilai tambah pada berbagai produk atau layanan yang dihasilkan tersebut seringkali akan menjadi hal penting. Misalnya pemberian nilai tambah pada penguasaan Bahasa Inggris atau Bahasa Arab pada semua lulusan yang ada di suatu PT selain kompetensi utama yang harus dikuasai yang sesuai dengan jurusan/program studi yang diambilnya, seringkali menjadi daya tarik tersendiri bagi calon mahasiswa yang memilih PT tersebut. Beberapa contoh lain yang dilakukan oleh PT dalam pemberian nilai tambah misalnya, penanaman nilai-nilai agama melalui kegiatan sekolah berasrama, penanaman kemampuan berorganisasi melalui berbagai kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa pada Unit Kegiatan Mahasiswa, penanaman kepemimpinan, dan lain-lain. Nilai tambah dapat berbentuk banyak hal, mulai dari keterampilan dalam lingkup hard skill sampai dengan kecakapan dalam wilayah soft skill. Proses pembentukan nilai tambah tersebut akan sangat baik jika dilakukan melalui berbagai pengukuran tentang kebutuhan dan harapan mahasiswa terhadap berbagai nilai tambah yang diinginkan. Selain itu PT juga harus mampu mencermati berbagai kebutuhan nilai tambah yang akan dibutuhkan oleh ara pengguna lulusan. Keberhasilan dan ketepatan pemberian nilai tambah bagi peserta didik di PT akan meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap PT. Kondisi ini tentunya akan memberikan keberhasilan bagi PT dalam upaya PT tersebut untuk tetap kompetitif.
Prinsip kesepuluh yang merupakan prinsip khusus untuk IWA-2 yang kedua adalah Fokus pada Nilai-nilai Sosial. Sebagai lembaga pendidikan yang merupakan lembaga non-profit dengan tugas utama mengembangkan SDM di suatu daerah atau negara, PT memiliki berbagai tugas sosial. Karena bagaimanapun proses penyelenggaraan pendidikan di suatu negara pasti tidak akan terlepas dari misi-misi sosial pada suatu wilayah tersebut, termasuk mentransfer nilai-nilai sosial yang ada pada suatu negara tersebut, baik itu nilai-nilai universal maupun nilai-nilai yang berlaku lokal. Dalam 4 pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berada di bawah PBB, yaitu UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) disebutkan bahwa pilar-pilar tersebut meliputi; 1) Learning to know, 2) Learning to do, 3) Learning to be, dan 4) Learning to live together. Pada pilar keempat tersebut nampak bahwa pendidikan harus berisikan suatu kegiatan belajar untuk hidup bersama. Hal ini mengindikasikan pentingnya nilai-nilai sosial dalam kegiatan pendidikan.  Demikian pula halnya dengan proses pendidikan yang ada di Indonesia. Kurikulum PT di Indonesia harus meliputi 5 kelompok kompetensi yang diajarkan melalui mata kuliah-mata kuliah. Kelompok mata kuliah tersebut meliputi; 1) Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), 2) Mata kuliah Keahlihan Khusus (MKK), 3) Mata kuliah Keahlihan Berkarya (MKB), 4) Mata kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan 5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Kelompok mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) merupakan kelompok mata kuliah yang diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai sosial dalam diri mahasiswa, dan kemudian mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari ketika lulus nantinya. Kemampuan peserta didik dalam mengadopsi etika dan menjadikannya pijakan dalam perilaku sehari-hari, kemampuan dalam mewujudkan keamanan baik bagi dirinya, keluarga dan masyarakatnya, serta adanya perasaan mencintai lingkungan hidup merupakan nilai-nilai sosial universal yang juga sangat penting sebagai nilai tambah dari suatu produk pendidikan. Dengan demikian upaya untuk menerapkan IWA-2 dalam pengelolaan PT juga akan mendekatkan pada pencapaian beberapa kompetensi yang dipersyaratkan dalam pendidikan di Indonesia.
Prinsip kesebelas yang merupakan prinsip khusus untuk IWA-2 yang ketiga adalah Kecerdasan. Prinsip ini merupakan prinsip pokok yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan. Hal tersebut dikarenakan lembaga pendidikan memiliki tugas utama untuk meningkatkan kualitas SDM utamanya berkaitan dengan kecerdasan. Dimilikinya kecerdasan akan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk selalu belajar secara mandiri dalam kondisi apapun. Kondisi ini pada akhirnya akan memberikan kemampuan pada peserta didik untuk dapat berubah seiring dengan perubahan lingkungan yang drastis. Dalam dunia pendidikan kecerdasan yang dimasud biasanya meliputi 3 kategori, yaitu; 1) kecerdasan kognitif, 2) kecerdasan afektif, dan 3) kecerdasan psikomotor. Kecerdasan kognitif berkaitan dengan kecakapan peserta didik dalam menggunakan logika berfikir. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan dalam kaitan dengan 1) pengetahuan, 2) pemahaman, 3) aplikasi, 4) analisis, 5) sintesis, dan 6) evaluasi. Kecerdasan afektif merupakan kecakapan yang berkaitan dengan sikap, sebagian besar kecerdasan dalam wilayah ini merupakan bentuk-bentuk perilaku. Beberapa hal yang berkaitan dengan kecerdasan afektif dapat meliputi hal-hal yang berkaitan dengan life skill, soft skill ataupun akhlak mulia. Secara spesifik kecerdasan dalam bidang afektif ini meliputi; 1)  Penerimaan, 2) tanggapan, 3) penanaman nilai, 4) pengorganisasian nilai-nilai, dan 5) karakterisasi kehidupan. Sedangkan kecerdasan psikomotor, merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk secara terampil mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Kecerdasan psikomotor ini secara spesifik meliputi; 1) memperhatikan, 2) menirukan, 3) pembiasaan, dan 4) penyesuaian. Ketiga kecerdasan tersebut harus dikembangkan oleh PT, dalam upaya menghasilkan lulusan yang kompetitif. Ketiga kecerdasan tersebut jika digabungkan menjadi satu dan kemudian ketiganya dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut akan disebut memiliki kompetensi. Dengan demikian kompetensi merupakan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari belajar pada satu bidang ilmu di PT.
Prinsip keduabelas yang merupakan prinsip khusus untuk IWA-2 yang keempat adalah Otonomi. Prinsip ini merupakan prinsip yang bertujuan untuk kemandirian dan kemudian memberikan daya pembeda pada organisasi pendidikan. Daya pembeda tersebut adalah merupakan suatu upaya dari lembaga pendidikan untuk memberikan nilai tambah kepada peserta didik. Misalnya dalam kasus PT, Jurusan-jurusan yang ada di PT harus mampu memberikan ciri khusus pada jurusan di PT nya, sehingga pada jurusan yang sama di PT lain terdapat perbedaan yang merupakan esensi dari jurusan tersebut. Perbedaan tersebut merupakan suatu nilai tambah bagi mahasiswa yang memilih jurusan di PT tersebut.
Untuk dapat menentukan berbagai nilai tambah tersebut PT harus memiliki kemandirian, yaitu kemandirian dalam menentukan produk khusus PT, yang kemudian harus diturunkan ke dalam kurikulum, kemudian kedalam bentuk mata kuliah-mata kuliah dan kedalam proses pembelajaran yang ada di kelas. Dalam hal lain otonomi juga harus dimiliki oleh PT berkaitan dengan sumber-sumber pendanaan. PT harus memiliki berbagai sumber pendanaan yang mandiri, sehingga PT dapat membiayai dan menyelenggarakan kegiatannya dengan tidak bergantung pada pemerintah. Sumber pendanaan yang mandiri dapat dikembangkan oleh PT melalui berbagai kegiatan usaha dan konsultasi. Pengembangan usaha/ konsultasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk-produk hasil penelitian yang ada di PT. Namun demikian, keseluruhan hasil dari usaha sebagai upaya untuk mencari sumber-sumber pendanaan alternatif tersebut harus diperuntukkan pada sebagian besar kegiatan akademik.
Mendasarkan pada kedua belas prinsip-prinsip tersebut kemudian dikembangkanlah klausul-klausul sebagaimana klausul pada ISO 9001:2000, namun dengan penyesuaian untuk lembaga pendidikan. Hasil yang akan dicapai melalui asesmen pada organisasi yang mengimplementasikan IWA-2 ini akan dikategorikan menjadi 4 tingkat organisasi, yang meliputi.
Tingkatan
Kategori
Kondisi
Level 1
Pendekatan tidak formal
Tidak ada sistem. Hasil kerja yang jelek dan tidak dapat diperkirakan. Data tersedia tetapi tidak digunakan untuk mengembangkan unjuk kerja
Level 2
Pendekatan reaktif
Pendekatan berbasis masalah. Organisasi pendidikan menangani pekerjaan mendasarkan komplain atau perintah-perintah yang diperlukan.Data yang digunakan dalam organisasi pendidikan terbatas.
Level 3
Pendekatan stabil
Data cukup lengkap, kadang-kadang data organisasi digunakan untuk mengarahkan organisasi pada kesesuaian dengan persyaratan pelanggan. Metode dan pendekatan yang diterapkan dalam organisasi stabil. Memiliki kepedulian terhadap pengembangan.
Level 4
Pendekatan sistematis
Proses yang sistematis dengan hasil yang baik, dan pengembangan yang berkelanjutan. Data secara efektif digunakan dan unjuk kerja peserta didik ditingkatkan secara berkelanjutan. Pernyataan standar memiliki kesesuaian dengan implementasi
Level 5
Pengembangan berkelanjutan
Sistem manajemen terintegrasi dengan sangat baik dan mendorong pengembangan organisasi. Peserta didik memiliki kepandaian yang sesuai dengan kriteria organisasi
(IWA-2, 2007)
Dengan demikian melalui implementasi IWA-2 ini lembaga pendidikan akan mendapatkan masukan tentang kondisi lembaganya. Dengan penilaian yang obyektif kondisi lembaga akan dapat diketahui, dengan diketahuinya kondisi lembaga maka pengembangan lembaga yang tepat sasaran dan berkesinambungan akan dapat dilakukan dengan baik.

Sumber: http://blog.uin-malang.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar